18 Desember 2010

Kasih Sayang Itu Telah Mengubah Sikapnya

Ada satu kisah seorang pemuda yang sejak kecil berprilaku kasar dengan orang lain, memperlakukan buruk kepada siapapun. Kata-katanya seringkali menyakiti hati orang lain. Pemuda itu tinggal disatu kontrakan yang dikelola oleh seorang bapak paruh baya dan istrinya. Karena perilakunya yang buruk membuat dirinya dijauhi oleh setiap orang. Sampai pada satu hari, ditengah malam pemuda itu mengalami sakit perut. Ditengah kesakitannya berteriak-teriak dengan kerasnya. Membuat setiap penghuni kontrakan terbangun, termasuk sang pemilik kontrakan.

Kemudian pemuda itu dibawa ke rumah sakit, setelah diperiksa dokter mengatakan bahwa pemuda itu menderita radang usus yang harus dioperasi dengan segera. bila tidak, bisa berakibat kematian pada dirinya. Pemilik kontrakan memutuskan menanggung semua biaya operasi. Sampai operasi itu dilaksanakan berjalan dengan lancar. Dengan sabarnya pemilik kontrakan dan istrinya menjaganya. Menyuapinya dan mengelap tubuhnya. Berhari-hari mereka menjaga pemuda itu. ia diizinkan pulang. Ketika berada dirumah kontrakan tidak dibiarkan begitu saja sampai dirinya benar-benar pulih dan sehat kembali.

Kasih sayang pasangan suami istri pemilik kontrakan telah membuat pemuda itu menjadi berubah. prilakunya yang kasar mulai ditinggalkan. Kata-kata yang tidak pantas sudah tidak lagi diucapkan. Ibadah sholatnya semakin rajin. Pemilik kontrakan bersyukur kepada Allah karena ada perubahan positif pada dirinya. Seriring waktu berjalan. Pemuda itu menyelesaikan kuliahnya dan diterima bekerja pada sebuah perusahaan ternama yang ditempatkan diluar kota. Memaksanya harus berkemas dari kontrakan. Sebelum keluar untuk berpamitan, pasangan suami istri pemilik kontrakan telah menunggu dan menangis.

Istri pemilik kontrakan bertanya, 'Sudahkah semua barang kau kemasi?' pemuda itu menjawab, 'Sudah.' Ibu itu berkata,' tapi masih ada dua koper lagi..'Pemuda itu terkejut mendengarnya. 'Dua koper yang mana lagi?' tanyanya terheran. ' Sang Ibu pemilik kontrakan menjawabnya, 'Koper pertama, berisi cinta kami kepadamu dan koper kedua, berisi cintamu kepada kami. Bagaimanapun kamu tidak akan sanggup membawanya pergi karena semua itu ada di dalam hati kami.' Pemuda itu menangis, meneteskan air mata, merasakan cinta dan kasih sayang mereka. Dirinya berjanji akan senantiasa mengunjungi mereka karena sudah dinggapnya seperti orang tuanya sendiri. Cinta dan kasih sayang mereka yang tulus telah merubah sikapnya menjadi lebih baik. Subhanallah.

Ikhwan

Ikhwan
Apa bedanya dengan si Marwan
Si Ali, Paijo atau si Iwan
Oh ternyata cuma sebutan

Ikhwan….ikhwan
walopun gk begitu rupawan
alias modal tampang pas-pasan
tapi, tetep aja tebar senyuman

ikhwan….
Gayanya sih bisa ditebak dan keliatan
jenggot melambai, baju koko ‘dan celana goyang murahan
sesekali komat-kamit sambil jalan ( maksud’a zikir )

ikhwan…..
Nyarinya susah-susah gampang
kadang di masjid,mushola, kampus atau sekolahan
mungkin juga lagi nyari sampingan
buat biaya walimahan ( he…he..he….21x )

ikhwan…
anehnya kalo lagi jalan
ngukurin tanah apa nyari koin wan ???
ooo….ternyata jaga pandangan….

ikhwan….ikhwan…..
lucunya kalo akhwat sedang berpapasan
langsung minggir, acuh tak acuh kayak musuhan

( gubrak…!!! ) appan tuh wan ??
eh..eh.. ternyata dia jatuh,, kagak liat ada selokan !

ikhwan...
apa semuanya begitu wan..???
ada gak sih ikhwan yang jelalatan…???
boleh gak sih “Tepe-Tepe” ke akhwat wan ???
kan dah dibilang murabbi dalam liqo’an !!

Yang bukan ikhwan,,pasti kagak ditunggu malaikat ridwan
yang bukan ikhwan gampang bgt didapatkan
tapi,,kalo ikhwan,,,yang tebal iman,,,dicari butuh tantangan..
karena ikhwan,, nggak doyan perempuan
melainkan lebih milih akhwat sebagai pasangan,,,

"Bila sekarang dirimu sedang menunggu seseorang untuk menjalani kehidupan menuju ridhonya, bersabarlah dengan keindahan....
Demi Allah, dia tidak datang dengan ketampana, kecantikan, kepintaran, ataupun kekayaan.
tapi Allahlah yang menggerakkan, jangan tergesa-gesa untuk mengekspresikan cintapadanya, sebelum Allah mengizinkan, belum tentu yang kamu cintai adalah yang terbaik untukmu.
siapakah yang lebih mengetahui dari pada Allah ??
simpanlah segala bentuk ungkapan cinta dan derap hati rapat-rapat, karena Allah akan menjawab dengan lebih indah disaat yang tepat"

28 April 2010

Perbedaan Niat Imam dan Makmum Masbuk

Ditulis oleh Dewan Asatidz

Assalamualaikum
Tanya: Sewaktu Saya sholat sunnah, dari belakang ada yang menjadi makmum dengan menepuk pundak saya terlebih dahulu. Bagaimana sikap Saya yang benar dan apa hukumnya. Terima Kasi
h. Wassalamualaikum

Sri Soedono

[Jawab]

Perbedaan niat imam dan makmum

Fenomena yang sering menimbulkan pertanyaan di kalangan kaum muslimin Indonesia adalah manakala seorang sholat sunnah sendiri, misalnya sholat sunnah ba'diyah, atau sholat fardlu sendiri kemudian datanglah seseorang yang bermakmum kepadanya dengan menepuk pundak si mushalli pertama, sahkah sholat seperti ini? Permasalahan ini dalam kitab fikih dibahas dengan judul perbedaan niat imam dan makmum. Para ulama berbeda pendapat mengenai tata cara sholat seperti itu.

Pendapat pertama adalah madzhab Syafi'I mengatakan bahwa sah sholat jamaah dengan perbedaan niat imam dan makmum secara mutlak. Jadi meskipun imam sholat sunnah dan makmum sholat fardlu, imam sholat dhuhur dan makmum sholat ashar, imam sholat ada' dan makmum sholat qadla, semuanya sah, asalkan format sholat imam dan makmum sama. Kalau formatnya beda, maka tidak sah, seperti misalnya imam sholat gerhana dan makmum sholat isya', maka tidak diperbolehkan. Madzhab Syafi'I ini merupakan madzhab yang paling longgar.

Pendapat kedua adalah madzhab Maliki yang mengatakan tidak sah sholat imam dan makmum yang berbeda niatnya, secara mutlak. Mereka yang sholat fradlu tidak boleh bermakmum dengan imam yang sholat sunnah, begitu makmum sholat dhuhur tidak sah bila imamnya sholat selain fardlu. Ini pendapat paling ketat.

Pendapat ketiga adalah madzhab Hanafi yang mengatakan bahwa boleh orang sholat sunnah di belakang imam yang sholat fardlu tapi tidak sebaliknya. Begitu juga tidak sah sholat makmum yang berbeda dengan sholat imamnya meskipun sama-sama fardlu.

Dalil-dalil:

Dalil pendapat pertama adalah:

1. Hadist riwayat Syafi'I dari Abu Bakrah bahwa Rasulullah s.a.w. keluar untuk mendamaikan satu persengketaan di Bani Sulaim, lalu beliau membagi sahabatnya menjadi dua kelompok, kemudian beliau sholat mengimami dengan kelompok satu, kemudian sholat lagi mengimami dikelompok kedua. Diriwayatkan itu sholat maghrib.

Sangat jelas pada hadist tersebut bahwa Rasulullah mengimami kelompok kedua, padahal beliau telah sholat di kelompok pertama. Berarti sholat Rasulullah sunnah dan sholat makmum fardlu.

2. Hadist riwayat Muslim dari Jabir bin Abdullah bahwa Suatu hari Muadz sholat bersama Rasulullah s.a.w. lalu ia datang ke kaumnya lalu ia mengimami kaumnya sholat Isya' dengan membaca surat Baqarah, lalu seorang lelaki keluar dari jamaah dan menyelesaikan sendiri sholatnya. Orang-orang pun menegurnya "Apakah anda orang manafik?", iapun menjawab"Tidak, aku akan adukan masalah ini kepada Rasulullah". Sesampai kepada Rasulullah, orang itu berkata "Wahai Rasulullah, kami orang-orang bekerja siang, Muzdz telah mengimami kami sholat Isya' telah larut dan membaca surat Baqarah". Ketika Rasulullah mendengar cerita itu, ditegurnya Muad'z "Apakah angkau orang yang suka membuat fitnah? Mengapa tidak kau baca surat Sabbihis dan Wallaili Idza Yaghsyaa".

Hadist ini juga menunjukkan perbedaan sholat imam dan makmum, dimana Muadz telah sholat Isya bersama Rasulullah lalu menjadi imam di kaumnya. Bagi Muadz sholat sunnah dan bagi kaumnya sholat fardlu.

3. Hadist riwayat Ahmad dll. Suatu hari Rasulullah s.a.w. sholat bersama sahabatnya, selesai salam datanglah seorang lelaki ketinggalan lalu ia hendak sholat sendiri, lalu Rasuullah bersabda "Siapa yang mau bersedekah dengan orang ini dengan berjamaah dengannya".

Hadist ini juga menunjukkan sahnya sholat meskipun dengan perbedaan niat antara makmum dan imam.

Imam Syafi'I menyimpulkan bahwa riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa perbedaan niat sholat antara imam dan makmum tidak membatalkan sholat jamaah.

Dalil pendapat kedua dan ketiga:

1. Hadist diriwayatkan Bukhari dan Muslim dll. Rasulullah s.a.w. bersabda "Sesungguhnya dijadikan imam untuk diikuti, ketika ia takbir maka takbirlah, ketika ruku' maka ruku'lah ketika sujud sujudlah, ketika ia sholat berdiri maka berdirilah …

Hadist tersebut menegaskan bahwa makmum harus mengikuti imam, perbedaan niat makmum menunjukkan sikap tidak mengikuti imam, maka tidak sah sholatnya.

2. Hadist riwayat Ashabus Sunan dari Barra' bin Azib, Rasulullah s.a.w. bersabda "Janganlah kalian berbeda, maka berbedalah hati kalian, sesungguhnyaAllah dan MalakatNya mendoakan para mushalli di shaf pertama".

Hadist ini melarang berbeda dalam melakukan sholat, baik pada shaf maupun niat, maka perbedaan niat imam dan makmum menjadikan sholat tidak sah.

Imam Abu Hanifah nampak mencoba menggabung hadist-hadist di atas secara tekstual, bahwa hanya makmum sholat sunnah boleh mengikuti imam yang sholat fardlu seperti yang dicontohkan dalam hadist.

Bagi pengikut madzhab Syafi'I, ketika sholat sendiri kemudian merasa ada makmum yang datang mengikutinya, hendaknya ia tidak menunggu makmum tersebut, misalnya dengan memperpanjang bacaan dlsb, tapi hendaknya ia konsentrasi penuh dengan sholatnya.

Bagi yang bermakmum kepada orang yang sholat sendiri atau sholat sunnah, ada baiknya makmum menepuk pundak mushalli. Menepuk pundak mushally [orang yang salat] adalah sebuah isyarat adanya seseorang yang hendak bermakmum kepadanya. Demikian ini agar ia melakukan niat menjadi imam. Karena tanpa niat tersebut ia tidak mendapatkan pahala berjamaah. Sementara jamaah itu sendiri adalah sah, tanpa ada niat dari imam, selama makmum telah berniat jamaah. Jadi, niatnya imam hanya untuk dirinya sendiri, agar ia mendapatkan pahala berjamaah.

Untuk wanita yang ingin berjamaah dengan seseorang yang masbuk, ia boleh menepuk pundak jika dirasa tidak menimbulkan fitnah. Dan jika dirasa demikian, ia boleh memberi isyarat apapun yang dapat dipahami oleh masbuk tsb. atau jika sulit, tak perlu ia memberi isyarat. mengetahuinya imam akan adanya seseorang yang bermakmum kepadanya tidak merupakan syarat sah-nya berjamaah. Ketentuan ini tidak untuk salat Jum'at. Karena di antara syarat sahnya salat jumat adalah dilaksanakan secara berjamaah. Pada salat Jum'at ini, imam harus berniat jamaah sejak takbiratul ihram.

Source : http://www.pesantrenvirtual.com

01 Maret 2010

Batu Kecil membuat kita menengadah kepada-Nya

Seorang pekerja pada proyek bangunan memanjat ke atas tembok yang sangat tinggi.
Pada suatu saat ia harus menyampaikan pesan penting kepada teman kerjanya yang ada di bawahnya.
Pekerja itu berteriak-teriak, tetapi temannya tidak dapat mendengarnya karena suara bising dari mesin-mesin dan orang-orang yang bekerja, sehingga usahanya sia-sia saja.

Untuk menarik perhatian orang yang ada di bawahnya, ia mencoba melemparkan uang logam di depan orang tsb. Orang itu berhenti bekerja, mengambil uang itu lalu bekerja kembali. Pekerja itu mencoba lagi, tetapi usahanya yang keduapun memperoleh hasil yang sama.

Tiba-tiba ia mendapat ide. Ia mengambil batu kecil lalu melemparkannya ke arah orang itu. Batu kecil itu tepat mengenai kepala orang itu, dan karena merasa sakit, orang itu menengadah ke atas. Sekarang pekerja itu dapat menjatuhkan catatan yang berisi pesan pentingnya.

Allah kadang-kadang menggunakan cobaan-cobaan ringan untuk membuat kita menengadah kepada-Nya.
Seringkali Allah melimpahi kita dengan rahmat, tetapi itu tidak cukup untuk membuat kita menengadah kepadaNya. Karena itu, agar kita selalu mengingat kepadaNya, Allah sering menjatuhkan "batu kecil" kepada kita.

Seandainya ...
Orang yang dilempari uang logam itu "menyadari" bahwa uang tersebut "jatuh dari atas", tentunya dia akan menengadah ke atas sehingga pekerja tadi dapat menjatuhkan catatan pesan pentingnya dan "tidak perlu" menjatuhkan "batu kecil" tsb.

Demikian juga dengan kita.
Seandainya setiap rahmat yang diberikan Allah kepada kita, cukup mampu membuat kita menengadah kepadaNya. Tentunya Allah tidak perlu menjatuhkan "batu kecil" kepada kita.

Tubuh kita, kesehatan kita, pengetahuan dan ilmu yang ada di pikiran dan hati kita, harta kita, dan semua yang kita anggap milik kita sesungguhnya adalah milik Allah, titipan Allah kepada kita.

Semua itu adalah rahmat yang diberikan Allah kepada kita. Seyogyanya kita (kami dan Anda) cukup mampu untuk "menengadah kepada-Nya" .... senantiasa bersyukur dan selalu ingat kepada "catatan penting" dari Allah, yaitu berkewajiban mengamalkannya sehingga "rahmat" tadi dapat bermanfaat bagi banyak orang.


Mohon masukannya, terima kasih.


Ditulis oleh Hari Saleh
Jakarta, 21 Oktober 2009 Jam 8:54:03

Dua Pesan sang Ayah..


Diceritakan ada 2 orang kakak beradik. Sebelum ayah nya meninggal, ia berpesan dua hal :

1. Jangan menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadamu..dan..
2. Jika pergi dari rumah ke toko jangan sampai mukamu terkena sinar matahari...

Waktu terus berjalan. Dan kenyataan terjadi, behwa beberapa tahun setelah ayahnya meninggal, anak yang sulung bertambah kaya, sedangkan yang bungsu bertambah miskin.
Ibunya yang masih hidup menanyakan hal itu kepada mereka.

Jawab anak yang bungsu :

Ini karena saya mengikuti pesan ayah. Ayah berpesan bahwa, saya tidak boleh menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadaku, dan sebagai akibatnya, modalku susut karena orang yang berhutang kepada ku tidak membayar, sementara aku tidak boleh menagih.
Juga ayah berpesan supaya kalau saya pergi atau pulang dari rumah ke toko dan sebaliknya tidak boleh terkena sinar matahari. Akibatnya, saya harus naik becak atau andong. sebetulnya dengan jalan kaki saja cukup, tetapi karena pesan ayah demikian, jadinya pengeluaranku bertambah banyak.

Kepada anak sulung yang bertambah kaya, ibunyapun menanyakan hal yang sama.

Jawab anak sulung :

Karena ayah berpesan supaya tidak menagih kepada orang yang berhutang kepada saya, saya tidak memberikan pinjaman (hutang) kepada orang lain, sehingga modal tidak susut. Ayah juga berpesan agar jika saya berangkat ke toko atau pulang dari toko saya tidak boleh terkena sinar matahari. Dengan demikian, saya berangkat ke toko sebelum matahari terbit dan pulang sesudah matahari terbenam. Akibatnya toko saya buka sebelum toko yang lain buka, dan tutup jauh sesudah toko yang lain tutup. Dengan kebiasaan seperti itu, orang akhirnya tahu dan tokoku menjadi laris karena mempunyai jam kerja lebih lama.

Bagaimanakah dengan Anda ?

Kisah di atas menunjukkan bagaimana sebuah pesan di tanggapi dengan persepsi yang berbeda jika kita melihat dengan positive-attitude, segala kesulitan sebenarnya adalah sebuah perjalanan menuju kesuksesan, tetapi kadang kita terhanyut dalam kesulitan karena rutinitas kita....pilihan ada di tangan Anda.

01 Februari 2010

Kapan Waktu yang tepat mengangkat Jari Telunjuk saat Sholat?

Pernah suatu ketika saya jumpai orang sholat ketika dalam tasyahhud, dia mengangkat Jari Telunjuknya persis bersamaan pada awal bacaan tahiyat (Attahiyyatul.... dst) , persis ketika baru saja duduk tasyahhud, atau mungkin dia sudah mengangkat Jari Telunjuk sebelum membaca tahiyyat.

Sebenarnya Kapan waktu yang tepat untuk mengangkat Jari Telunjuk ketika Sholat? berikut ini akan dijelaskan:

Dalam shohih Muslim II:890 meriwayatkan hadits dari Jabir ra. menyebutkan bahwa “Rasulallah saw., bersabda seraya (berisyarat) dengan jari telunjuknya. Beliau mengangkatnya ke langit dan melemparkan (mengisyaratkan kebawah) ke manusia, ‘Allahumma isyhad, Allahumma isyhad (ya Allah saksikanlah)’. Beliau mengucapkannya tiga kali”.



Telunjuk disebut juga syahid (saksi), sebab jika manusia mengucapkan syahadat, dia berisyarat dengan telunjuk tersebut. Nabi saw. sendiri jika mengatakan “Asyhadu” atau “Allahumma isyhad” (suka) berisyarat dengan telunjuknya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Darimi I:314-315 dan Imam Baihaqi dalam kitab Ma’rifat As-Sunnah wal Al-Atsar III:51, hadits shohih.



Dalam sunan Baihaqi II:133 disebutkan: “Rasulallah saw. melakukan itu ketika men-tauhid-kan Tuhannya yang Mahamulia dan Mahaluhur”, yakni ketika menetapkan tauhid dengan kata-kata illallah (hanya Allah) dalam syahadat. Dalam riwayat lain, Imam Baihaqi II:133 dengan sanad yang sama dari Khilaf bin Ima’ bin Ruhdhah Al-Ghiffari dengan redaksi, “Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. hanya menghendaki dengan (isyarat) itu adalah (ke) tauhidan (Meng-Esa-kan Allah swt.)”, sedangkan ungkapan ketauhidan terdapat dalam kalimat syahadat itu. Al-Hafidh Al-Haitsami mengatakan dalam Mujma’ Al-Zawaid II:140, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara panjang lebar…”.


Hal ini juga didasarkan kepada hadits Abdullah bin Umar ra.; “Dan (beliau saw.) mengangkat jari tangan kanannya yang dekat ke ibu jari lalu berdo’a”. (HR.Imam Muslim dan Imam Baihaqi II:130, serta perawi lainnya). Do’a yang dimaksud hadits tersebut ialah membaca sholawat kepada Nabi saw. dan do’a-do’a lainnya sebelum mengucapkan salam.



Imam Al-Baihaqi dalam Syarh As-Sunnah III:177 mengatakan “Yang dipilih oleh ahli ilmu dari kalangan sahabat dan tabi’in serta orang-orang setelah mereka adalah berisyarat dengan jari telunjuk (tangan) kanan ketika mengucapkan tahlil (la ilaaha illallah) dan (mulai) mengisyarat- kannya pada kata illallah….”.




Berdasarkan hadits-hadits shohih tersebut, disimpulkan bahwa waktu untuk mengangkat dan mengisyaratkan (jari) telunjuk, yaitu ketika mengucapkan kalimat syahadat yakni Asyhadu an laa ilaaha illallah dan tidak menurunkannya sampai mengucapkan salam. Para ulama telah melakukan ijtihad dimana tempat yang tepat untuk mengangkat telunjuk pada kalimat syahadat itu. Apakah sejak dimulainya tasyahhud atau ditengah-tengahnya karena di dalam hadits-hadits tersebut tidak ditentukan tempatnya yang tepat.



Menurut madzhab Syafi’i, bahwa tempat mengangkat telunjuk itu sebaiknya apabila telah sampai pada hamzah illallah, sebagaimana yang tersebut dalam kitab Zubad karangan Ibnu Ruslan: “Ketika sampai pada illallah, maka angkatlah jari telunjukmu untuk mentauhidkan zat yang engkau sembah”.



Menurut madzhab Hanafi, bahwa mengangkat telunjuk itu adalah diketika Laa ilaaha dan meletak kan telunjuk diketika illallah. Menurut pendapat ini, mengangkat telunjuk adalah sebagai isyarat kepada penafian uluhiyyah (ketuhanan) dari yang selain Allah, sedangkan ketika meletakkan telunjuk adalah sebagai isyarat kepada penetapan uluhiyyah hanya untuk Allah semata.



Menurut madzhab Hanbali, bahwa mengangkat telunjuk itu adalah disetiap menyebut lafdhul jalalah pada tasyahhud dan do’a sesudah tasyahhud.

wallahua'lam bisshowab

31 Januari 2010

Mengenang Humor Gus Dur

RUMAH Gus Dur di kawasan Ciganjur sehari-harinya tak pernah sepi dari tamu. Dari pagi hingga malam, bahkan tak jarang sampai dinihari para tamu ini datang silih berganti baik yang dari kalangan NU maupun bukan. Tak jarang mereka datang dari luar kota.
Menggambarkan fanatisme orang NU, menurut Gus Dur ada tiga tipe orang NU. "Kalau mereka datang dari pukul tujuh pagi hingga jam sembilan malam, dan membicarakan tentang NU, itu biasanya orang NU yang memang punya komitmen dan fanatik terhadap NU," tegas Gus Dur.
Orang NU jenis kedua, mereka yang meski sudah larut malam, sekitar jam duabelas sampai jam satu malam, namun masih mengetuk pintu Gus Dur untuk membicarakan NU, "Itu namanya orang gila NU," katanya.
Orang jenis ketiga, Gus?
"Tapi kalau ada orang NU yang masih juga mengetuk pintu saya jam dua dinihari hingga jam enam pagi, itu namanya orang NU yang gila," katanya.
Sumber: Gus Dur Net

---------------------------------------------------------------------

Hukuman Kencan dengan Malaikat
14/11/2008
Dalam sebuah pidato tentang demokrasi dan kebebasan berkeyakinan, seorang ustadz dengan berapi-api menyatakan, "Negara kita ini sekarang sudah keterlaluan. Segala sesuatu mesti sesuai dengan undang-undang bikinan DPR. Jika tidak sesuai maka harus rela meringkuk di balik terali besi."

Para hadirin tampak mendengarkan dengan khidmad. Melihat hal ini, maka sang ustadz pun bertambah menjadi-jadi saja gayanya. Dengan berapi-api ia terus melanjutkan.

"Hanya untuk menceritakan mimpi saja, seseorang harus diuji dengan undang-undang. Lihatlah Lia Eden, ia harus meringkuk di tahanan hanya karena sebuah mimpi."

"Karena mimpi berkencan dengan malaikat Jibril, ia meringkuk dua tahun di tahanan. Bayangkan kalau ia mimpi berpacaran dengan tiga malaikat sekaligus, Jibril Mikail dan Isrofil, bisa enam tahun dia dipenjara."

----------------------------------------------------------------------

Sekalinya Gus Dur Kalah
20/03/2009
Alkisah di dunia guyon, Gus Dur sempat memimpin perusahaan penerbangan Abdurrahman Wahid Air atau AW Air. Suatu hari Gus Dur melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke kantornya, melihat para pegawainya bekerja.

Gus Dur sempat kaget melihat seorang yang duduk-duduk santai. Tidak bekerja. Padahal ini masih jam kerja.

“Kamu tidak bekerja?” tanya Gus Dur

“Maaf. Saya lagi istirahat Pak,” katanya.

Gus Dur tidak menjawab lagi. Pikirnya, karyawan ini sudah tidak bisa diberi ampun.

“Gajimu berapa sebulan?” Tanya Gus Dur.

“Satu juta Pak,” katanya.

“Ya sudah. Kamu saya kasih dua juta, dan kamu tidak usah lagi bekerja di sini.”

Orang tadi bengong, tapi uang pemberian Gus Dur tadi diterima begitu saja, dan dia langsung pergi.

Setelah itu, Gus Dur langsung memanggil salah seorang pimpinan direksi.

“Hei. Orang tadi sudah saya kasih pesangon, tidak usah lagi bekerja di sini. Kita harus tertibkan manajemen perusahaan,” kata Gus Dur agak jengkel.

“Wah. Dia bukan karyawan sini Pak. Dia pengantar barang,” kata pimpinan.

“Hah…,” Gus Dur tak bisa berkata apa-apa. Kali ini Gus Dur kalah.

Didaur ulang dari Humor Gus Dur di Okezone. Kebenaran cerita ini tak bisa dipertanggungjawabkan. Sekedar humor. (Anam)


Bagi yang belum mengetahui bahwa kewalian beliau telah tersingkap pasca wafatnya beliau
silahkan dilihat sendiri faktanya di sini

Semoga kita tidak menjadi golongan pembenci manusia-manusia kesayangan Allah Jalla jalaaluH (Dengan dalih apapun)
Amiin...

Cinta Baginda Rasulullah Muhammad SAW. . .


Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. 'Bolehkah saya masuk?' tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, 'Maafkanlah, ayahku sedang demam', kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, 'Siapakah itu wahai anakku?'

'Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,' tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.

Seolah-olah bahagian demi! bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

'Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia.

Dialah malaikatul maut,' kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

'Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?', tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.


'Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.

'Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,' kata Jibril.

Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. 'Engkau tidak senang mendengar khabar ini?', tanya Jibril lagi.

'Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?'

'Jangan khawatir, wahai Rasul ! Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat

Muhammad telah berada di dalamnya,' kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik.

Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. 'Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.'

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

'Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?'

Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

'Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,' kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.

'Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.'

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, ! Ali segera mendekatkan telinganya. 'Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku'

'peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.'

Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.

Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

'Ummatii,ummatii,ummatiii?' - 'Umatku, umatku, umatku'

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?

Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi


Semoga cinta beliau ini pada kita; tidak kita balas dengan tuba; Sungguh Tega Manusia yang menuduh orang-orang yang bersholawat pada perayaan Maulid Baginda Rasulullah saw sebagai pelaku Bid'ah dholaalah yang terancam masuk neraka.

Yaa Allah; Cipratilah kami walau sedikit saja kecintaan akan kekasihMu yang sangat mulia ini yaa Robb!!!; Kecintaan yang bisa menghilangkan hasud dan segala penyakit hati lainnya dari hati kami
Amiin...

30 Januari 2010

Mengubah Kepahitan Hidup Menjadi Damai dan Bahagia

Suatu hari seorang tua bijak didatangi seorang pemuda yang sedang dirundung masalah. Tanpa membuang waktu pemuda itu langsung menceritakan semua masalahnya.

Pak tua bijak hanya mendengarkan dengan seksama, lalu dia mengambil segenggam serbuk pahit dan meminta anak muda itu untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya serbuk pahit itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan.

"Coba minum ini dan katakan bagaimana rasanya", ujar pak tua
"Pahit, pahit sekali", jawab pemuda itu sambil meludah ke samping

Pak tua itu tersenyum, lalu mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga.
Kedua orang itu berjalan berdampingan dan akhirnya sampai ke tepi telaga yang tenang itu.
Sesampai disana, Pak tua itu kembali menaburkan serbuk pahit ke telaga itu, dan dengan sepotong kayu ia mengaduknya.




"Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah."
Saat si pemuda mereguk air itu, Pak tua kembali bertanya lagi kepadanya,

"Bagaimana rasanya ?"
"Segar", sahut si pemuda.
"Apakah kamu merasakan pahit di dalam air itu ?" tanya pak tua
"Tidak", sahut pemuda itu

Pak tua tertawa terbahak-bahak sambil berkata:

"Anak muda, dengarkan baik-baik. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam serbuk pahit ini, tak lebih tak kurang. Jumlah dan rasa pahitnyapun sama dan memang akan tetap sama. Tetapi kepahitan yang kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki, tergantung dari luas tidaknya hati/perasaan kita.

Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan, maka LAPANGKANLAH DADAMU menerima semuanya itu, LUASKANLAH HATIMU untuk menampung setiap kepahitan itu".

Pak tua itu lalu kembali menasehatkan:

"Hatimu adalah wadah itu;
Perasaanmu adalah tempat itu;
Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya.

Jangan jadikan hatimu seperti gelas;
Buatlah hatimu laksana telaga yang mampu menampung setiap kepahitan itu;
Sehingga kepahitan itu menjadi tidak terasa dan tidak mempengaruhi kesegaran dan kedamaian hatimu".

Anak muda, belajarlah menerima kenyataan;
Berlatihlah menerima kenyataan;
Berlatihlah untuk ikhlas serta mensyukuri setiap kenyataan.
Karena itulah yang terbaik bagimu.
Dan latihan itu akan semakin memperluas daya tampung hatimu.

Kalau kamu mau dan berusaha melatihnya terus-menerus, maka hatimu akan benar-benar seluas telaga.
Dan kamu tidak pernah merasakah kepahitan lagi, apa pun keadaan dan masalahmu, hatimu akan tetap segar, damai, dan bahagia".

Dari Hari Budianto, Cibinong, Bogor.


Sumber : forum-warga.web.id

PERAYA’AN MAULID BID’AH KAH…?

Kita mengistimewakan hari lahirnya Rasulullah saw, sebagaimana beliau saw mengistimewakan hari diselamatkannya Nabi Musa as dari kejaran Fir’aun. Nabi berpuasa pada hari Senin sebagaimana Nabi berpuasa pada tanggal 10 Muharram, hari di mana Nabi Musa diselamatkan.
Tentang keistimewaan hari lahir Nabi saw, terdapat hadits shahih dari Abu Qatadah, seorang A’rabi (Badawi) bertanya kepada Rasulullah saw: “Bagaimana penjelasanmu tentang berpuasa di hari Senin?” Maka beliau saw menjawab: “Fiihi wulidtu wafiihi unzila alayya.”
“Di hari itu aku dilahirkan dan di hari itu pula aku diturunkan wahyu Al Qur’an.” (HR. Muslim, Abu Daud, dan Ahmad). (Dalam Shahih Muslim 8/52).

Mungkin anda bertanya, mengapa dalam perayaan maulid kita tidak berpuasa seperti yang dicontohkan oleh Rasul saw saja, tetapi malah makan-malam dan bergembira dengan membaca syair-syair pujian yang disertai alunan rebana dan lain-lain?
Jawabannya adalah, puasa merupakan salah satu cara terbaik untuk mengenang kelahiran Rasulullah saw. Dan puasa sendiri adalah ibadah murni yang akan mendapat pahala jika kita mengamalkannya secara ikhlas dan benar.
Tetapi yang menjadi tujuan dari puasa Rasulullah pada hari itu adalah untuk mengenang dan mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikan kepada beliau saw.
Karena itu, tidak ada alasan untuk melarang manusia melakukan bentuk-bentuk peringatan kelahiran Nabi saw dengan cara lain, selama hal itu dibolehkan dalam agama dan tidak berbentuk maksiat.

Sedangkan yang terpenting dalam hal ini adalah niat dan tujuan dari perayaan itu, bukan medianya semata. Karena itu, kalau kita perhatikan maka akan kita temukan berbagai macam cara umat Islam dalam memperingati hari kelahiran Nabi saw sesuai dengan kondisi dan tradisi masing-masing.

Di antara mereka ada yang dengan cara menyantuni fakir miskin dan anak-anak yatim, berpuasa, melantukan syair-syair pujian kepada Nabi saw, dan bersedekah makanan kepada tetangga dan kerabatnya.


Di antara sekian cara ini, yang paling terkenal di Indonesia adalah mengadakan pembacaan kitab maulid dan pengajian dengan serangkaian acaranya. Inilah yang dilakukan sebagian umat Islam di seluruh pelosok dunia dari dahulu hingga sekarang.
Hal lain yang sering dipermasalahkan dan diungkit-ungkit adalah tentang iringan rebana dan syair kasidah sebagai pelengkap acara maulid.

Seperti biasa, mereka mengatakan, itu adalah hal bid’ah yang wajib dihilangkan karena mengotori syariat Islam. Sebelum kita bahas lebih lanjut, marilah kita tengok sejarah para sahabat di masa Rasulullah saw masih hidup.
Kala itu, berita hijrahnya Rasulullah saw dari Mekkah ke Madinah telah tersebar luas. Para sahabat yang berada di Madinah tak kuasa menahan rasa rindu kepada Rasulullah saw. Setiap hari mereka menanti Nabi saw di tapal batas kota Madinah, akhirnya, saat yang dinanti-nanti pun tiba.
Rasulullah saw bersama Abu Bakar ra memasuki kota madinah dengan selamat. Kegembiraan warga Madinah tak dapat dilukiskan dengan kata-kata, mereka menangis bahagia menyaksikan kekasih yang dirindukan telah berada di hadapan mata.
Dengan penuh cinta, wanita dan anak-anak pun menaati rebana dan melantunkan syair indah penuh makna yang abadi sepanjang masa. Dengan meriah mereka bersyair, “Thala’al badru ‘alainaa.. min tsaniy yatil wadaa’.. Wa jabasy syukru ‘alainaa.. Maa da’aal lillahidaa’..”[download mp3 here]
(Telah terbit bulan purnama.. Menyinari kami dari Bukit Wada’.. Maka kita wajib bersyukur.. Karena tibanya sang da’i yang menyeru ke jalan Allah..).

Sepanjang hidupnya, Rasulullah saw tidak pernah melarang tabuhan rebana dan senandung syair yang dipersembahkan untuk menyambut kedatangannya itu.
Bahkan ketika Rasulullah saw tiba dari perang Tabuk, warga Madinah kembali menyambutnya dengan tabuhan rebana dan lantunan syair tersebut di atas. (Lihat Siratul Halabiyyah juz 3: 99, Zadul Ma’ad juz 1: 1297, Fathul Bari juz 8: 469).
Dalam hadist lain juga diriwayatkan, bahwa ketika Nabi saw tiba dari sebuah peperangan, seorang budak wanita berkulit hitam datang menemui beliau saw sambil membawa rebana dan berkata:
“Wahai Rasulullah, aku telah bernazar, jika Allah mengembalikan dirimu dalam keadaan selamat, maka aku akan menabuh rebana dan menyanyi di hadapanmu”. Rasulullah saw menjawab: “Jika kamu telah bernazar maka tunaikanlah nazarmu itu, tapi jika tidak maka jangan.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan Ahmad).

Wanita itupun menunaikan nazarnya, ia menyanyi dan menabuh rebana di hadapan Nabi saw cukup lama. Satu demi satu sahabat Abu Bakar, Utsman, dan Ali ra datang menemui Nabi saw, budak wanita itu tetap menabuh dan menyanyi dan Nabi mendengarkan.
Ketika Umar ra tiba, wanita itu berhenti dan segera menyembunyikan rebananya dan mendudukinya, sebab ia takut kepada Umar ra yang terkenal keras dan tegas. Setelah keempat sahabat itu berkumpul di hadapan Nabi saw, beliau bersabda:
“Sesungguhnya setan pasti takut kepadamu hai Umar, ketika aku duduk, wanita itu menabuh rebana. Kemudian Abu Bakar masuk, ia tetap menabuh rebana, ketika Ali masuk, ia tetap menabuh rebana. Ketika Ustman masuk ia tetap menabuh rebana.
Akan tetapi, ketika kamu masuk hai Umar, wanita itu segera membuang rebananya.” (HR. Tirmidzi).

Membaca kedua hadist di atas dapat kita ambil kesimpulan. Pertama, rebana dan lantunan syair pujian sudah ada pada zaman Rasulullah saw. Kedua, Rasulullah saw tidak pernah melarang menabuh dan menyanyi (selama tidak menimbulkan syahwat dan fitnah) di masa hidupnya.
Jadi, walau mungkin Rasulullah saw tidak pernah melakukan kedua hal itu selama hidupnya, tetapi karena ketika beliau mengetahui kedua hal itu tidak pernah melarangnya,
maka hukumnya menjadi Sunnah Taqririyah (Sunnah karena Rasulullah melihat atau mendengar sesuatu yang dikerjakan para sahabat, tetapi beliau tidak melarangnya).

Dengan demikian, maka jelaslah permasalahan seputar rebana dan syair pujian kepada Nabi Muhammad saw yang sering kita mendengar bahkan melakukannya adalah boleh.

Mari berpikir bijak sebelum bertindak..


sumber :albayan.hadithuna.com